Senin, 21 Januari 2013

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu (Senin, 26 November 2012)



HAKEKAT BERPIKIR IMMANUEL KANT

Filsafat memuat segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.  Filsafat memiliki ruang lingkup yang sangat ekstensif dan intensif.  Saat Prof. Dr. Marsigit menyajikan tulisan seorang Immanuel Kant pada perkuliahan tanggal 26 November 2012, sungguh untuk memahami tulisan karya Immanuel Kant begitu sulit tetapi Bapak mampu membimbing kami dalam pembelajaran dengan menyajikan pemikiran-pemikiran Immanuel Kant dalam bentuk yang menarik dan secara tersirat maupun tersurat Bapak sudah memberikan pandangan Immanuel Kant dalam bentuk penyajian yang lebih menarik dan mudah dipahami.
Pikiran manusia itu sulit dimengerti tanpa melakukan salah tafsir.  Artinya kebanyakan orang itu melakukan banyak kesalahan dalam menterjemahkan proses berpikir.  Pikiran itu berangkat dari prinsip, prinsip itu adalah kategori, kategori itu adalah intuisi.  Ada dua prinsip berpikir, yaitu identitas dan kontradiksi.  Dalam proses berpikir, Kant berpendapat bahwa kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan konsepsi.  Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman.  Menurut Kant objek mengarahkan diri ke subjek.  Pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yaitu kemampuan penerimaan kesan-kesan indrawi (sensibility) dan kemampuan pemahaman (understanding) yaitu membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan indrawi yang diperoleh melalui kemampuan pertama.  Kedua kemampuan tesebut saling membutuhkan dalam mencapai suatu pengetahuan.  Kemampuan penerimaan bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan apriori intuisi ruang dan waktu.  Kemampuan pemahaman bertugas mengolah yaitu menyatukan dan mensintesis pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh kemampuan penerima selanjutnya diputuskan.
Pengambilan keputusan ada dua yaitu analitik dan sintetik.  Dalam analitik subjek sama dengan predikat sehingga bisa dikatakan bahwa analitik adalah identitas.  Analitik  adalah pengambilan keputusan berdasarkan konsistensi koherensi.  Analitik merupakan intuisi murni.  Dalam analitik A sama dengan B (subjek = predikat), predikat B masuk ke dalam A atau predikat B terletak atau masuk penuh ke dalam A.  Sedangkan sintetik subjek tidak sama dengan predikat sehingga  sintetik berarti kontradiksi.  Sintetik adalah pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman atau intuisi empiris.
Tambah unsur lagi yang namannya apriori.  Semua alasan memenuhi prinsip apriori, tetapi memperoleh prinsip apriori itu ternyata pengalaman yang disebut dengan sintetical judgement.  Sintetikal judgement maksudnya adalah memperolehnya apriori, atau prinsip di dalam semua teori berpikir.  Oleh karena itu mathematical judgement harusnya sintetik, berarti sudah berbeda dengan mathematic yang dipikirkan oleh pure mathematic.  Kesimpulannya nanti bahwa matematika itu sintetik apriori.
Terdapat logika orang awam, logika formal, logika material, logika normative, logika spiritual.  Imanuel Kant membuat logika Transenden, yaitu logikanya para dewa.  Isinya adalah kategori, yang diperoleh dari intuisi.  Kategori di dalam logika transenden ialah kita bisa membedakan singular, particular, universal itu masuk pada kategori quantity.  Kita bisa membedakan infinit negatif atau afirmatif itu kategori quality.  Kategori relasi disjungtif, hipotetical, categorical, modality, problematika, asetorika, apodiktik.  Semua problem berpikir termasuk di sini.  Jadi categorical sendiri masuk di dalam kelompok relasi.
Konsep berpikir itu adalah sebagai kategori.  Ada judgement, unity, plurality, totality, reality, kemudian kalau dicari hubungannya modality dan possibility itu merupakan impossibility, neceserity itu adalah kontingensi.  Kalau dikaitkan antara pikiran dengan pengalamannya.  Kontingensi itu pengalaman, pengalaman itu bersifat kontingen, yang bersifat unpredictable.  Sedangkan analitik metodenya deduksi.  Analitik dengan deduksi itu cocok/chemistry, bahasa itu chemistry.  Deduksi di sini bersifat transenden, deduksinya para dewa.  Ada deduksi yang bersifat empiris.  Sebenarnya tidak ditemukan deduksi yang bersifat empiris dalam hakekat orang yang berpikir.
Pengalaman itu bersifat naik kemudian digunakan untuk berpikir, dan ada kategori terlebih dahulu, termasuk bisa membedakan.  Pengalaman itu bersifat manipul, kaitannya dengan ruang berurutan, berkelanjutan dan berkesatuan, dan digabung menjadi manipul, itulah membentuk pengalaman, Immanuel Kant menyebutnya sebagai manipul.  Apersepsi itu bersifat sintetik.  Perlu diingat di pengalaman ada intuisi, di berpikir ada intuisi.  Jadi tidak bisa berpikir tanpa intuisi.  Yang mendahului berpikir itu adalah intuisi, jadi dalam mengajar kita tidak boleh merampas intuisi siswa.  Intuisi ada kaitanya dengan kesadaran.  Maka letakkanlah kesadaran anda di depan hakekat kalau anda ingin memahami suatu hakekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar