HAKEKAT
BERPIKIR IMMANUEL KANT
Filsafat memuat segala
sesuatu yang ada dan mungkin ada. Filsafat
memiliki ruang lingkup yang sangat ekstensif dan intensif. Saat Prof. Dr. Marsigit menyajikan tulisan
seorang Immanuel Kant pada perkuliahan tanggal 26 November 2012, sungguh untuk
memahami tulisan karya Immanuel Kant begitu sulit tetapi Bapak mampu membimbing
kami dalam pembelajaran dengan menyajikan pemikiran-pemikiran Immanuel Kant
dalam bentuk yang menarik dan secara tersirat maupun tersurat Bapak sudah
memberikan pandangan Immanuel Kant dalam bentuk penyajian yang lebih menarik
dan mudah dipahami.
Pikiran manusia itu
sulit dimengerti tanpa melakukan salah tafsir.
Artinya kebanyakan orang itu melakukan banyak kesalahan dalam menterjemahkan
proses berpikir. Pikiran itu berangkat
dari prinsip, prinsip itu adalah kategori, kategori itu adalah intuisi. Ada dua prinsip berpikir, yaitu identitas dan
kontradiksi. Dalam proses berpikir, Kant
berpendapat bahwa kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan
konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap
sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului
setiap pengalaman. Menurut Kant objek
mengarahkan diri ke subjek. Pengetahuan
manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yaitu kemampuan penerimaan
kesan-kesan indrawi (sensibility) dan
kemampuan pemahaman (understanding)
yaitu membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan indrawi yang diperoleh
melalui kemampuan pertama. Kedua
kemampuan tesebut saling membutuhkan dalam mencapai suatu pengetahuan. Kemampuan penerimaan bertugas menerima
kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan apriori intuisi ruang dan waktu.
Kemampuan pemahaman bertugas mengolah yaitu menyatukan dan mensintesis pengalaman-pengalaman
yang telah diterima dan ditata oleh kemampuan penerima selanjutnya diputuskan.
Pengambilan keputusan
ada dua yaitu analitik dan sintetik. Dalam
analitik subjek sama dengan predikat sehingga bisa dikatakan bahwa analitik
adalah identitas. Analitik adalah pengambilan keputusan berdasarkan
konsistensi koherensi. Analitik
merupakan intuisi murni. Dalam analitik
A sama dengan B (subjek = predikat), predikat B masuk ke dalam A atau predikat
B terletak atau masuk penuh ke dalam A. Sedangkan
sintetik subjek tidak sama dengan predikat sehingga sintetik berarti kontradiksi. Sintetik adalah pengambilan keputusan
berdasarkan pengalaman atau intuisi empiris.
Tambah unsur lagi yang
namannya apriori. Semua alasan memenuhi prinsip apriori, tetapi memperoleh prinsip apriori itu ternyata pengalaman yang
disebut dengan sintetical judgement. Sintetikal
judgement maksudnya adalah memperolehnya apriori, atau prinsip di dalam semua teori berpikir. Oleh karena itu mathematical judgement harusnya sintetik, berarti sudah berbeda
dengan mathematic yang dipikirkan
oleh pure mathematic. Kesimpulannya nanti bahwa matematika itu sintetik apriori.
Terdapat logika orang
awam, logika formal, logika material, logika normative, logika spiritual. Imanuel Kant membuat logika Transenden, yaitu
logikanya para dewa. Isinya adalah
kategori, yang diperoleh dari intuisi.
Kategori di dalam logika transenden ialah kita bisa membedakan singular,
particular, universal itu masuk pada kategori quantity. Kita bisa membedakan infinit negatif atau afirmatif
itu kategori quality. Kategori relasi disjungtif,
hipotetical, categorical, modality, problematika, asetorika, apodiktik. Semua problem berpikir termasuk di sini. Jadi categorical sendiri masuk di dalam
kelompok relasi.
Konsep berpikir itu
adalah sebagai kategori. Ada judgement,
unity, plurality, totality, reality, kemudian kalau dicari hubungannya modality
dan possibility itu merupakan impossibility, neceserity itu adalah
kontingensi. Kalau dikaitkan antara
pikiran dengan pengalamannya. Kontingensi
itu pengalaman, pengalaman itu bersifat kontingen, yang bersifat
unpredictable. Sedangkan analitik
metodenya deduksi. Analitik dengan deduksi
itu cocok/chemistry, bahasa itu chemistry.
Deduksi di sini bersifat transenden, deduksinya para dewa. Ada deduksi yang bersifat empiris. Sebenarnya tidak ditemukan deduksi yang
bersifat empiris dalam hakekat orang yang berpikir.
Pengalaman itu bersifat
naik kemudian digunakan untuk berpikir, dan ada kategori terlebih dahulu,
termasuk bisa membedakan. Pengalaman itu
bersifat manipul, kaitannya dengan ruang berurutan, berkelanjutan dan
berkesatuan, dan digabung menjadi manipul, itulah membentuk pengalaman, Immanuel
Kant menyebutnya sebagai manipul. Apersepsi
itu bersifat sintetik. Perlu diingat di
pengalaman ada intuisi, di berpikir ada intuisi. Jadi tidak bisa berpikir tanpa intuisi. Yang mendahului berpikir itu adalah intuisi,
jadi dalam mengajar kita tidak boleh merampas intuisi siswa. Intuisi ada kaitanya dengan kesadaran. Maka letakkanlah kesadaran anda di depan
hakekat kalau anda ingin memahami suatu hakekat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar