Senin, 28 Oktober 2013

Forum Tanya Jawab


TUGAS FILSAFAT ILMU


Nama  : Arief Budi Wicaksono
NIM    : 12709251029
Partner
Nama : Puput Wahyu Hidayat
NIM    : 13709251013

1.      Apa maksud dirinya dan dunianya?
Jawab:
Dia yang mampu sukses dan bertahan hidup dalam dunianya.

2.      Kapan kita bisa memulai berfilsafat?
Jawab:
Filsafat akan baik apabila pikiran kita jernih (pure) dan juga hati kita bebas dari gangguan. Filsafat dilakukan secara kontinyu. Terus menerus hingga mencapai suatu harmoni. Itulah tujuan hidup. Mencapai keseimbangan dalam segala aspek.

3.      Apa saja komponen filsafat?
Jawab:
Komponen filsafat terdiri dari pengalaman dan olah pikir. Keduanya merupakan modal untuk berfilsafat. Seberapa dalam pemikiran kita, seberapa jernih pemikiran kita, tergantung dari kedalaman kita berpikir dan pengalaman kita. Memang banyaknya pengalaman yang dimiliki setiap manusia itu hampir sama banyaknya. Yang membedakan apakah pengalaman itu menjadi bermakna atau tidak adalah dengan memikirkannya. Setiap pengalaman yang terjadi dalam hidup kita sebaiknya dipikirkan. Dicari hikmahnya. Diperbaiki. Ditingkatkan kualitasnya. Hingga kita menggapai keharmonisan. Itulah hidup.

4.      Bagaimana cara untuk adil?
Jawab:
Manusia mendamba keadilan. Entah menuntut keadilan dari Tuhan atau dari orang lain. Padahal tanpa disadari bahwa ketidakadilan itu terus mengikuti manusia hingga mati. Seperti yang Pak Marsigit jelaskan dengan cara yang mengena. Mengapa kita lahir dari rahim ibu A? bukan ibu B? mengapa manusia hanya bisa melihat apa yang ada di depannya? Bukankah depan-belakang ini mempunyai hak yang sama untuk dipandang? Itulah ketidakadilan.

5.      Bagaimana caranya agar kamu bisa sedikitnya bisa menembus waktu yang pas?
Jawab:
Kita harus bisa melupakan hal lain saat mengerjakan sesuatu. Fokuslah kini dan disini. Saat mengerjakan sesuatu kita perlu fokus. Tidak perlu memikirkan hal-hal yang mengganggu. Sesuatu yang telah lewat. Masalah-masalah lain yang tidak berkaitan dilupakan saja. Dan juga, hasil dan bagaimana nanti pun tidak perlu dipikirkan. Terlalu memikirkan hasil akan membuat kita takut gagal. Takut gagal akan membuat kita takut melangkah. Kalau kita takut melangkah maka kita menjadi tidak fokus. Membuang waktu. Oleh karenanya agar bisa menembus waktu dengan tepat, kita harus fokus dan menyingkirkan hal-hal yang bisa mengganggu kita.


6.      Jelaskan sekarang dan yang akan datang!
Jawab:
Sekarang adalah belajar dari pengalaman kemarin, sedangkan yang akan datang, tentulah episode berkelanjutan skenario berjalan, berjenjang, akan cerita hidup itu sendiri episode apakah yang dimunculkan, tentulah skenario kehidupan bagaimanakah untuk memasukinya? Tentulah bagaimana sekarang, dalam hidup dalam berkehidupan memaknai, memahamai dari arti hidup kita sendiri.

7.      Jelaskan tentang kebenaran filsafat!
Jawab:
Pandangan filsafat tentang kebenaran adalah sesuatu yang fakta yang dapat dierima dalam akal pikiran manusia, kriterianya fakta, kebenaran, konfirmasi, logika inferensi. (Titus, 1987: 245) kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faedahnya dan akibat-akibatnya yang praktis.

8.      Apa beda logika dan nalar?
Jawab:
Logika merupakan cara berpikir secara luas dengan menggunakan rasio.
Contoh: hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan lewat bahasa.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Contoh: penalaran induktif dan deduktif.

9.      Jelaskan tentang masalah ilmu.
Jawab:
Setiap ilmu akan menghadapi problematika yang tidak mungkin dapat diselesaikan dengan ilmunya sendiri. Jadi sesugguhnya ilmu-ilmu di dunia ini adalah Saling Berkaitan satu sama lain.

10.  Bagaimana fungsi bahasa di dalam iptek?
Jawab:
Melalui bahasa, manusia menyusun sendi-sendi yang membuka rahasia alam dalam berbagai teori elektronik, relativitas, dan quantum. Pengetahuan adalah kekuasaan dengan kekuasaan manusia mencoba memahami hidupnya dan manusia tidak mau lagi dikuasai oleh alam, dia ingin berbalik menguasainya.

Senin, 21 Januari 2013

Refleksi Penutup Perkuliahan Filsafat Ilmu



FILSAFAT, CONSTRUCTIVISM, EPISTEMOLOGICAL FOUNDATION OF MATHEMATICS
(Senin, 14 Januari 2013)

Filsafat itu mampu menjelaskan.  Filsafat dalam pembelajaran matematika bisa dijelaskan berdasarkan pengalaman-pengalaman.  Dapat pula dijelaskan melalui teoritis yaitu teori dan kerangkanya, serta akan lebih kuat jika dengan contohnya.
Bedanya orang yang belajar filsafat adalah mampu menembus filsafatnya tidak hanya berhenti sampai di psikologi.  Orang yang belajar pendidikan tetapi tidak belajar filsafat, maka constructivism hanya sebagai resep atau teori yang berhenti di psikologi saja, misal Piaget.  Karena filsafat constuctivism sejak awal mulai dari berubah ke tetap, dari persoalan filsafat membongkar mitos dan membangun logos.  Membangun logos adalah to construct.  To construct itu adalah salah satu wujud dari epistemologi (membangun, memperoleh, menentukan, justifikasi).  Constructivism dalam filsafat masih solid, tetapi jika sudah turun ke bawah maka menjadi tercerai berai.
Dalam filsafat, jika ada epistemological foundation, supaya adil pasti ada ontological foundation (prinsip keadilan), karena antara epistemological dan ontological tidak bisa dipisahkan.  Ada epistemological, ada ontological, pasti juga ada aksiological foundation.  Setiap yang ada dan yang mungkin ada bisa mempunyai foundation.  Namun, jika kita berbicara foundation maka hal itu baru separuh dunia, separuh yang lain adalah anti foundation (Intuitionism).  Dengan demikian dapat pula dibuat epistemological anti foundation of mathematics, hal itu sebagai bentuk kreatifitas mampu berbicara dan menerangkan.
Setiap filsafat itu adalah aliran, demikian juga setiap aliran itu adalah filsafat.  Semua metode berpikir bisa dipakai sebagai foundation.  Jika kita berbicara epistemological foundation of mathematics, maka tidaklah lengkap jika tidak disinggung pemikiran dari Kant yaitu sintetik a priori.

Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu (Senin, 26 November 2012)



HAKEKAT BERPIKIR IMMANUEL KANT

Filsafat memuat segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.  Filsafat memiliki ruang lingkup yang sangat ekstensif dan intensif.  Saat Prof. Dr. Marsigit menyajikan tulisan seorang Immanuel Kant pada perkuliahan tanggal 26 November 2012, sungguh untuk memahami tulisan karya Immanuel Kant begitu sulit tetapi Bapak mampu membimbing kami dalam pembelajaran dengan menyajikan pemikiran-pemikiran Immanuel Kant dalam bentuk yang menarik dan secara tersirat maupun tersurat Bapak sudah memberikan pandangan Immanuel Kant dalam bentuk penyajian yang lebih menarik dan mudah dipahami.
Pikiran manusia itu sulit dimengerti tanpa melakukan salah tafsir.  Artinya kebanyakan orang itu melakukan banyak kesalahan dalam menterjemahkan proses berpikir.  Pikiran itu berangkat dari prinsip, prinsip itu adalah kategori, kategori itu adalah intuisi.  Ada dua prinsip berpikir, yaitu identitas dan kontradiksi.  Dalam proses berpikir, Kant berpendapat bahwa kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan konsepsi.  Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman.  Menurut Kant objek mengarahkan diri ke subjek.  Pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak yaitu kemampuan penerimaan kesan-kesan indrawi (sensibility) dan kemampuan pemahaman (understanding) yaitu membuat keputusan-keputusan tentang kesan-kesan indrawi yang diperoleh melalui kemampuan pertama.  Kedua kemampuan tesebut saling membutuhkan dalam mencapai suatu pengetahuan.  Kemampuan penerimaan bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan apriori intuisi ruang dan waktu.  Kemampuan pemahaman bertugas mengolah yaitu menyatukan dan mensintesis pengalaman-pengalaman yang telah diterima dan ditata oleh kemampuan penerima selanjutnya diputuskan.
Pengambilan keputusan ada dua yaitu analitik dan sintetik.  Dalam analitik subjek sama dengan predikat sehingga bisa dikatakan bahwa analitik adalah identitas.  Analitik  adalah pengambilan keputusan berdasarkan konsistensi koherensi.  Analitik merupakan intuisi murni.  Dalam analitik A sama dengan B (subjek = predikat), predikat B masuk ke dalam A atau predikat B terletak atau masuk penuh ke dalam A.  Sedangkan sintetik subjek tidak sama dengan predikat sehingga  sintetik berarti kontradiksi.  Sintetik adalah pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman atau intuisi empiris.
Tambah unsur lagi yang namannya apriori.  Semua alasan memenuhi prinsip apriori, tetapi memperoleh prinsip apriori itu ternyata pengalaman yang disebut dengan sintetical judgement.  Sintetikal judgement maksudnya adalah memperolehnya apriori, atau prinsip di dalam semua teori berpikir.  Oleh karena itu mathematical judgement harusnya sintetik, berarti sudah berbeda dengan mathematic yang dipikirkan oleh pure mathematic.  Kesimpulannya nanti bahwa matematika itu sintetik apriori.
Terdapat logika orang awam, logika formal, logika material, logika normative, logika spiritual.  Imanuel Kant membuat logika Transenden, yaitu logikanya para dewa.  Isinya adalah kategori, yang diperoleh dari intuisi.  Kategori di dalam logika transenden ialah kita bisa membedakan singular, particular, universal itu masuk pada kategori quantity.  Kita bisa membedakan infinit negatif atau afirmatif itu kategori quality.  Kategori relasi disjungtif, hipotetical, categorical, modality, problematika, asetorika, apodiktik.  Semua problem berpikir termasuk di sini.  Jadi categorical sendiri masuk di dalam kelompok relasi.
Konsep berpikir itu adalah sebagai kategori.  Ada judgement, unity, plurality, totality, reality, kemudian kalau dicari hubungannya modality dan possibility itu merupakan impossibility, neceserity itu adalah kontingensi.  Kalau dikaitkan antara pikiran dengan pengalamannya.  Kontingensi itu pengalaman, pengalaman itu bersifat kontingen, yang bersifat unpredictable.  Sedangkan analitik metodenya deduksi.  Analitik dengan deduksi itu cocok/chemistry, bahasa itu chemistry.  Deduksi di sini bersifat transenden, deduksinya para dewa.  Ada deduksi yang bersifat empiris.  Sebenarnya tidak ditemukan deduksi yang bersifat empiris dalam hakekat orang yang berpikir.
Pengalaman itu bersifat naik kemudian digunakan untuk berpikir, dan ada kategori terlebih dahulu, termasuk bisa membedakan.  Pengalaman itu bersifat manipul, kaitannya dengan ruang berurutan, berkelanjutan dan berkesatuan, dan digabung menjadi manipul, itulah membentuk pengalaman, Immanuel Kant menyebutnya sebagai manipul.  Apersepsi itu bersifat sintetik.  Perlu diingat di pengalaman ada intuisi, di berpikir ada intuisi.  Jadi tidak bisa berpikir tanpa intuisi.  Yang mendahului berpikir itu adalah intuisi, jadi dalam mengajar kita tidak boleh merampas intuisi siswa.  Intuisi ada kaitanya dengan kesadaran.  Maka letakkanlah kesadaran anda di depan hakekat kalau anda ingin memahami suatu hakekat.

Minggu, 07 Oktober 2012

Refleksi Perkuliahan IV Filsafat Ilmu



Edisi Khusus

Berpikir dengan Logika

Dalam berpikir untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, tentu tidak terlepas dari alat atau sarana ilmiah. Sarana ilmiah dimaksud meliputi beberapa hal yaitu bahasa, matematika, statistika, dan logika.  Hal ini mempunyai peranan sangat mendasar bagi manusia dalam proses berpikir dan mengkomunikasikan maupun mendokumentasikan jalan pikiran manusia.  Logika merupakan sarana berpikir sistematis, valid, cepat, dan tepat serta dapat dipertanggungjawabkan.  Dalam berpikir logis dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu seperti: mencintai kebenaran, mengetahui apa yang sedang dikerjakan dan apa yang sedang dikatakan, membuat perbedaan dan pembagian, mencintai definisi yang tepat, dan mengetahui mengapa begitu kesimpulan kita serta menghindari kesalahan-kesalahan.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.  Dalam bahasa Arab disebut Mantiq.  Logika adalah salah satu cabang filsafat.  Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis.  Praktis di sini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.  Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.  Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu.  Logis dalam bahasa sehari-hari kita sebut masuk akal.  Logika digunakan untuk melakukan pembuktian.  Logika mengatakan bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak.  Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.  Logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran.  Logika berfungsi untuk:
  1.       Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap,   tertib, metodis dan koheren.
  2.       Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
  3.       Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
  4.       Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
  5.       Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir, kekeliruan, serta kesesatan.
  6.       Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
  7.       Terhindar dari klenik, gugon-tuhon (bahasa Jawa).
  8.       Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika.  Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya.  Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis).  Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.  Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif.  Penalaran deduktif yang biasa disebut logika deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif.  Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.  Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah.  Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.  Penalaran induktif kadang disebut logika induktifadalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani.  Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.  Logika dimulai sejak Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.  Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta.  Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica.  Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.  Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
  •          Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
  •          Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
  •          Air jugalah uap
  •          Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan.  Kaum Sofis beserta Plato (427-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.  Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica, yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya.  Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.  Aristoteles meninggalkan enam buah buku yang oleh murid-muridnya disebut to Oraganon (alat), yang terdiri dari:
  1.       Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
  2.       De interpretatione tentang keputusan-keputusan
  3.       Analytica Posteriora tentang pembuktian.
  4.       Analytica Priora tentang Silogisme.
  5.       Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
  6.       De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Theoprastus (370-288 SM), murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangan logika.  Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium (334-226 SM) pelopor Kaum Stoa.  Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M), dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.  Porohyus (232-305 M) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles.  Boethius (480-524 M) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar-komentarnya.  Johanes Damascenus (674-749 M) menerbitkan Fons Scienteae.
Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan.  Thomas Aquinas (1224-1274) dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika sehingga lahirlah logika modern.  Raymundus Lullus (1232-1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.  Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding.  Francis Bacon (1561-1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum.  J.S. Mills (1806-1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.  Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik.  Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus.  Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.  Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861-1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872-1970).  Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein, Rudolf Carnap, Kurt Godel, dan lain-lain.

Referensi