Minggu, 07 Oktober 2012

Refleksi Perkuliahan IV Filsafat Ilmu



Edisi Khusus

Berpikir dengan Logika

Dalam berpikir untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah, tentu tidak terlepas dari alat atau sarana ilmiah. Sarana ilmiah dimaksud meliputi beberapa hal yaitu bahasa, matematika, statistika, dan logika.  Hal ini mempunyai peranan sangat mendasar bagi manusia dalam proses berpikir dan mengkomunikasikan maupun mendokumentasikan jalan pikiran manusia.  Logika merupakan sarana berpikir sistematis, valid, cepat, dan tepat serta dapat dipertanggungjawabkan.  Dalam berpikir logis dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu seperti: mencintai kebenaran, mengetahui apa yang sedang dikerjakan dan apa yang sedang dikatakan, membuat perbedaan dan pembagian, mencintai definisi yang tepat, dan mengetahui mengapa begitu kesimpulan kita serta menghindari kesalahan-kesalahan.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.  Dalam bahasa Arab disebut Mantiq.  Logika adalah salah satu cabang filsafat.  Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis.  Praktis di sini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.  Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan.  Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu.  Logis dalam bahasa sehari-hari kita sebut masuk akal.  Logika digunakan untuk melakukan pembuktian.  Logika mengatakan bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak.  Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.  Logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran.  Logika berfungsi untuk:
  1.       Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap,   tertib, metodis dan koheren.
  2.       Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
  3.       Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
  4.       Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
  5.       Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir, kekeliruan, serta kesesatan.
  6.       Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
  7.       Terhindar dari klenik, gugon-tuhon (bahasa Jawa).
  8.       Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika.  Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya.  Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis).  Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.  Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif.  Penalaran deduktif yang biasa disebut logika deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif.  Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.  Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah.  Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.  Penalaran induktif kadang disebut logika induktifadalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani.  Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.  Logika dimulai sejak Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.  Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta.  Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica.  Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.  Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:
  •          Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
  •          Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
  •          Air jugalah uap
  •          Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.
Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan.  Kaum Sofis beserta Plato (427-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.  Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica, yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya.  Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.  Aristoteles meninggalkan enam buah buku yang oleh murid-muridnya disebut to Oraganon (alat), yang terdiri dari:
  1.       Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
  2.       De interpretatione tentang keputusan-keputusan
  3.       Analytica Posteriora tentang pembuktian.
  4.       Analytica Priora tentang Silogisme.
  5.       Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
  6.       De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.
Theoprastus (370-288 SM), murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangan logika.  Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium (334-226 SM) pelopor Kaum Stoa.  Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M), dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.  Porohyus (232-305 M) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles.  Boethius (480-524 M) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar-komentarnya.  Johanes Damascenus (674-749 M) menerbitkan Fons Scienteae.
Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan.  Thomas Aquinas (1224-1274) dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika sehingga lahirlah logika modern.  Raymundus Lullus (1232-1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.  Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding.  Francis Bacon (1561-1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum.  J.S. Mills (1806-1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic.  Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik.  Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus.  Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.  Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861-1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872-1970).  Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein, Rudolf Carnap, Kurt Godel, dan lain-lain.

Referensi

Minggu, 23 September 2012

Refleksi Perkuliahan III Filsafat Ilmu

Refleksi Perkuliahan III Filsafat Ilmu
“MIMPI”
(Senin, 17 September 2012)

Berbicara tentang hakikat mimpi menurut filsafat, seribu satu macam mimpi telah kita temui.  Dalam filsafat, jika kita bisa menggunakan metode ilmiah (bahkan di laboratorium) untuk membuktikan pemikiran kita, maka gunakanlah.  Akan tetapi jika tidak bisa, maka gunakanlah hipotetical analisis.  Jika orang yang yang menguji kebenaran tersebut berpengalaman, maka dinamakan refleksi tetapi jika sebaliknya, maka dinamakan “ngawur”.  Jika kemudian hal tersebut tidak dapat dibuktikan, maka serahkanlah semuanya kepada Allah SWT dan yakinlah bahwa itu adalah kodrat yang dimilki oleh hal tersebut.  Contohnya adalah mimpi itu sendiri.  Dunia metode dan pendekatan adalah epistemologi.  Kinetik epistemologi, mempelajari mimpi melalui cara kerja otak.  Tidak pernah ada yang menjamin kebenaran mimpi hanya dengan menggunakan hipotetical saja.  Ada hal yang menarik tentang mimpi, ketika seorang rasul atau nabi bermimpi biasanya mimpi tersebut adalah ilham dari Allah SWT.  Ilham adalah sesuatu yang jelas datangnya secara tiba-tiba.  Banyak hal yang dapat kita simpulkan dari mimpi, tetapi bagi orang-orang seperti kita, mimpi adalah hanya sekedar bunga tidur dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Arti Mimpi
Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra lainnya dalam tidur, terutama saat tidur yang disertai gerakan mata yang cepat (rapid eye movement/REM sleep).  Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa pemimpi.  Pengecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming.  Dalam mimpi demikian, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih berlangsung, dan kadang-kadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya serta mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut.  Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika bermimpi, misalnya emosi takut dalam mimpi buruk.  Ilmu yang mempelajari mimpi disebut oneirologi.
Sigmund Freud sejak lama melihat pentingnya mimpi, yakni sebagai jalan untuk masuk ke alam bawah sadar kita.  Dari mimpi-mimpi itulah berbagai keinginan, ketakutan, hingga perasaan yang tak mau diakui bisa dianalisis.  Sementara itu, teori lain menyebutkan bahwa mimpi adalah bunga tidur alias bagian dari siklus tidur.  Mimpi sering kali terjadi pada fase tidur rapid eye movement (REM).  Pada fase tidur ini, beberapa fungsi otak akan beristirahat, sementara area lain tetap aktif.  Para ahli pendukung teori ini menyatakan, mimpi berfungsi mengisi kembali senyawa kimia otak, seperti neurotransmitter.
Deirdre Barret, psikolog dari Harvard University, baru-baru ini menyampaikan teorinya tentang makna mimpi dalam kehidupan manusia.  Menurutnya, tujuan utama dari mimpi adalah pencarian solusi atas masalah-masalah yang mengganggu saat manusia terjaga.  “Mimpi memiliki tingkat visual yang tinggi, bahkan logis sehingga bisa dikategorikan sebagai sebuah pemikiran yang ‘out of the box‘ yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah,” urainya dalam diskusi di ajang Association for Psychological Science.  Menurutnya, mimpi adalah sebuah bentuk kegiatan berpikir, tetapi berbeda dengan saat mata kita terbuka.  “Apa pun situasinya, baik itu saat sadar maupun tidur, kita masih bekerja dalam masalah yang sama.  Mimpi membantu otak kita menemukan solusi”.  Ia juga mengaitkan mimpi dengan teori evolusi.  Menurutnya, segala hal yang bertahan begitu lama dalam sejarah evolusi, seperti tidur REM, pasti memiliki fungsi penting.  Fase tidur REM sendiri telah ada sejak jutaan tahun lalu, yakni sejak evolusi mamalia 220 juta tahun silam.  Mimpi dan tidur REM merupakan waktu tambahan untuk berpikir sehingga manusia bisa memecahkan masalahnya.

References


Senin, 17 September 2012

Refleksi Perkuliahan II Filsafat Ilmu

Refleksi Perkuliahan II Filsafat Ilmu
(Senin, 10 September 2012)

Filsafat itu tergantung dari obyek (apa yang dipikirkan) dan metodenya (bagaimana memikirkannya).  Dari sisi filsafat, segala sesuatu obyek itu berdimensi.  “Lupa” dari sisi filsafat , tergantung dimensinya.  Lupa secara filsafat tidak lain tidak bukan adalah abstraksi, adalah reduksi, adalah pilihan di bawah sadar dimana anda memilih keadaan tidak sadar, tidak memperhatikannya, tidak memikirkannya.  Lupa adalah sebagian besar dari diri kita karena apa yang kita pikirkan hanyalah sebagian kecil saja.  Orang yang tidak lupa adalah diriku yang sedang memikirkannya, sedangkan orang yang lupa adalah dirimu yang tidak sedang memikirkannya, maka hidup ini 90% lebih adalah lupa.
Salah dan benar juga tergantung dimensinya, tergantung dari konteks ruang dan waktu.  Dalam filsafat itu, benar juga berdimensi, bertingkat-tingkat, bermacam-macam benar itu.  Ada benar dalam pikiran, benar dalam penglihatan, akan tetapi apa yang anda lihat dan pikirkan itu belum tentu benar.  Jawaban yang berlaku umum dan universal itu ada satu dan bersifat mono yang disebut monotheisme (mengaku Tuhan yang satu).  Jawaban umum yang berlaku umum itu adalah kebenaran spiritual/kebenaran monotheisme.  Jadi, benar absolut adalah benar secara spiritual.  Sedangkan selama masih dalam pikiran manusia, maka kebenaran itu bersifat relatif.  Untuk menggapai spiritual tidak hanya dipikirkan saja tetapi juga dilaksanakan.
Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M..  Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada (agama) lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Filsafat Yunani Kuno juga menjadi acuan karena ada dokumentasinya dan secara substansi, bangsa Yunani Kuno adalah bangsa yang pertama kali merubah mitos menjadi logos.  Mitos itu adalah musuh besar filsafat, sedangkan logos adalah filsafat itu sendiri.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki.  Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles.  Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato.
Untuk lebih memahami filsafat, maka BACA, BACA, DAN BACA, BACA LAGI, DAN BACA LAGI sebanyak mungkin.