Refleksi Perkuliahan III Filsafat Ilmu
“MIMPI”
(Senin, 17 September
2012)
Berbicara tentang hakikat mimpi menurut filsafat, seribu satu
macam mimpi telah kita temui. Dalam
filsafat, jika kita bisa menggunakan metode ilmiah (bahkan di laboratorium) untuk
membuktikan pemikiran kita, maka gunakanlah.
Akan tetapi jika tidak bisa, maka gunakanlah hipotetical analisis. Jika orang yang yang menguji kebenaran
tersebut berpengalaman, maka dinamakan refleksi tetapi jika sebaliknya, maka
dinamakan “ngawur”. Jika kemudian hal
tersebut tidak dapat dibuktikan, maka serahkanlah semuanya kepada Allah SWT dan
yakinlah bahwa itu adalah kodrat yang dimilki oleh hal tersebut. Contohnya adalah mimpi itu sendiri. Dunia metode dan pendekatan adalah
epistemologi. Kinetik epistemologi,
mempelajari mimpi melalui cara kerja otak.
Tidak pernah ada yang menjamin kebenaran mimpi hanya dengan menggunakan
hipotetical saja. Ada hal yang menarik
tentang mimpi, ketika seorang rasul atau nabi bermimpi biasanya mimpi tersebut
adalah ilham dari Allah SWT. Ilham
adalah sesuatu yang jelas datangnya secara tiba-tiba. Banyak hal yang dapat kita simpulkan dari
mimpi, tetapi bagi orang-orang seperti kita, mimpi adalah hanya sekedar bunga
tidur dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Arti Mimpi
Mimpi adalah
pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran,
perasaan, atau indra lainnya dalam tidur, terutama saat tidur yang disertai
gerakan mata yang cepat (rapid eye movement/REM sleep). Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil
terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa pemimpi. Pengecualiannya adalah dalam mimpi yang
disebut lucid dreaming. Dalam
mimpi demikian, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut
masih berlangsung, dan kadang-kadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya
serta mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut. Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika
bermimpi, misalnya emosi takut dalam mimpi buruk. Ilmu yang mempelajari mimpi disebut oneirologi.
Sigmund Freud sejak lama melihat pentingnya mimpi,
yakni sebagai jalan untuk masuk ke alam bawah sadar kita. Dari mimpi-mimpi itulah berbagai keinginan,
ketakutan, hingga perasaan yang tak mau diakui bisa dianalisis. Sementara itu, teori lain menyebutkan bahwa
mimpi adalah bunga tidur alias bagian dari siklus tidur. Mimpi sering kali terjadi pada fase tidur rapid
eye movement (REM). Pada fase tidur
ini, beberapa fungsi otak akan beristirahat, sementara area lain tetap
aktif. Para ahli pendukung teori ini
menyatakan, mimpi berfungsi mengisi kembali senyawa kimia otak, seperti neurotransmitter.
Deirdre Barret, psikolog dari Harvard University,
baru-baru ini menyampaikan teorinya tentang makna mimpi dalam kehidupan manusia. Menurutnya, tujuan utama dari
mimpi adalah pencarian solusi atas masalah-masalah yang mengganggu saat manusia
terjaga. “Mimpi memiliki tingkat visual
yang tinggi, bahkan logis sehingga bisa dikategorikan sebagai sebuah pemikiran
yang ‘out of the box‘ yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah,” urainya
dalam diskusi di ajang Association for Psychological Science. Menurutnya, mimpi adalah sebuah bentuk
kegiatan berpikir, tetapi berbeda dengan saat mata kita terbuka. “Apa pun situasinya, baik itu saat sadar
maupun tidur, kita masih bekerja dalam masalah yang sama. Mimpi membantu otak kita menemukan solusi”. Ia juga mengaitkan mimpi dengan teori
evolusi. Menurutnya, segala hal yang
bertahan begitu lama dalam sejarah evolusi, seperti tidur
REM, pasti memiliki fungsi penting. Fase
tidur REM sendiri telah ada sejak jutaan tahun lalu, yakni sejak evolusi
mamalia 220 juta tahun silam. Mimpi dan tidur REM merupakan waktu tambahan untuk berpikir sehingga manusia bisa
memecahkan masalahnya.
References